SAUNA sebagai media pengobatan tidak hanya ada dalam budaya Tiongkok atau Jepang. Ternyata, para leluhur Sunda di tatar Parahyangan telah lama mengenal Leuhang, pengobatan alternatif menggunakan media uap yang didihkan dengan campuran rempah-rempah khas Indonesia.
Keberadaan Leuhang itu dilestarikan oleh Yana Suryana (57) warga Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Sejak 2011 ia mempopulerkan kembali leuhang. Menurut Yana, jauh sebelum muncul sauna yang mengadopsi kultur di Tiongkok atau Jepang, leuhang sudah lebih dulu digunakan oleh para leluhur sunda sebagai media pengobatan alternatif.
Menurut Yana, khasiat leuhang tidak kalah hebat untuk menyembuhkan berbagai kesehatan. Dengan ramuan rempah-rempah yang khas, para pengguna leuhang seolah terbius dan dibuat rilex dengan wewangian serupa aroma terapi.
"Kehadiran leuhang diperkirakan lahir berbarengan etnis sunda. Orang tua kita terlebih dahulu biasa merebus berbagai rempah, kemudian air tampung di dalam wadah dan ditutup oleh kain. Lalu orang tersebut masuk kedalam kain untuk menguapi badan. Tetapi yang membedakan dengan sauna modern, aroma rempah-rempah sangat berkhasiat untuk kesehatan," kata Yana yang akrab disapa Uwa saat dijumpai tempat praktik leuhang miliknya di Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, kemarin (1/9/2017)
Berawal dari hal itulah, Yana mengatakan jika saat ini banyak orang yang mengobati berbagai penyakitnya dengan leuhang. Maka dari situlah mulai banyak masyarakat yang berminat untuk melakukan pengobatan leuhang. Selain berguna untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, Yana pun mengklaim jika leuhang pun membantu melancarkan peredaran darah, sekaligus mengeluarkan toksin (racun) dalam tubuh melalui keringat.
"Mudah-mudahan semua penyakit bisa hilang dengan terapi pengobatan leuhang. Hal itu dikarenakan racun tubuh keluar bersama keringat," katanya.
Namun seiring perkembangan zaman serta teknologi, Yana mengatakan jika leuhang seolah kuno di mata masyarakat. Menjamurnya jumlah sauna dan kemudian menjadi trend pasar, membuat masyarakat kini beranggapan sauna lebih modern dan kekinian.
"Saya memutuskan untuk kembali ke Cisondari untuk menekuni dan mengembangkan leuhang. Ini dilakukan untuk menyelamatkan warisan leluhur, saya pun berinovasi dengan membuat sebuah alat berbentuk kotak untuk mandi uap," katanya.
Sebelum digunakan untuk masyarakat banyak, Yana mengatakan jika dirinya telah mengukur suhu panas serta kemampuan daya tahan tubuh manusia saat berada dalam kota leuhang tersebut. Untuk berada dalam kota leuhang setiap orang hanya mampu selama 15 menit saja. Tetapi itu bisa saja berubah sesuai dengan kebutuhan maupun fisik.
"Rempah-rempah yang digunakan yaitu daun sirih, kayu manis, sereh, daun jeruk dan honje. Itu semua adalah ciptaan yang maha kuasa untuk kita manusia nikmati. Maka dari sayang jika kekayaan alam harus dimusnahkan begitu saja," kata Yana.
Disinggung mengenai tarif untuk satu kali terapi, Yana mengatakan jika dirinya tidak pernah mematok sama kali harga kepada pasiennya. Ia pun menambahkan jika ia yang lakukan adalah sebuah bentuk keiklahlasan untuk kepentingan kesehatan masyarakat. Selain itu leuhang sebagai wujud bagaimana tanah sunda memiliki keanekaragaman budaya.
Sementara salah seorang pengobatan leuhang, Lili Setia Darma mengatakan jika selama beberapa kali merupakan terapi dirinya mengakui adanya perubahan membaik dalam tubuhnya diantaranya penyakit kolesterol, darah tinggi dan asam urat yang semakin membaik. Selanjutnya Lili mengatakan jika melalui pengobatan medis, dirinya Akui tidak adanya perubahan yang signifikan.
"Menepis anggapan selama ini jika teknik pengobatan medis modern adalah satu-satunya cara, padahal sebagai orang Sunda telah diwarisi budaya pengobatan yang sangat luar biasa oleh para leluhur,” tandasnya. ***
(Tulisan ini hasil suntingan saya di tahun 2017, saat masih bekerja di sebuah surat kabar harian yang terbit di kota Bandung)
Keberadaan Leuhang itu dilestarikan oleh Yana Suryana (57) warga Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Sejak 2011 ia mempopulerkan kembali leuhang. Menurut Yana, jauh sebelum muncul sauna yang mengadopsi kultur di Tiongkok atau Jepang, leuhang sudah lebih dulu digunakan oleh para leluhur sunda sebagai media pengobatan alternatif.
Menurut Yana, khasiat leuhang tidak kalah hebat untuk menyembuhkan berbagai kesehatan. Dengan ramuan rempah-rempah yang khas, para pengguna leuhang seolah terbius dan dibuat rilex dengan wewangian serupa aroma terapi.
"Kehadiran leuhang diperkirakan lahir berbarengan etnis sunda. Orang tua kita terlebih dahulu biasa merebus berbagai rempah, kemudian air tampung di dalam wadah dan ditutup oleh kain. Lalu orang tersebut masuk kedalam kain untuk menguapi badan. Tetapi yang membedakan dengan sauna modern, aroma rempah-rempah sangat berkhasiat untuk kesehatan," kata Yana yang akrab disapa Uwa saat dijumpai tempat praktik leuhang miliknya di Desa Cisondari, Kecamatan Pasirjambu, kemarin (1/9/2017)
Berawal dari hal itulah, Yana mengatakan jika saat ini banyak orang yang mengobati berbagai penyakitnya dengan leuhang. Maka dari situlah mulai banyak masyarakat yang berminat untuk melakukan pengobatan leuhang. Selain berguna untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, Yana pun mengklaim jika leuhang pun membantu melancarkan peredaran darah, sekaligus mengeluarkan toksin (racun) dalam tubuh melalui keringat.
"Mudah-mudahan semua penyakit bisa hilang dengan terapi pengobatan leuhang. Hal itu dikarenakan racun tubuh keluar bersama keringat," katanya.
Namun seiring perkembangan zaman serta teknologi, Yana mengatakan jika leuhang seolah kuno di mata masyarakat. Menjamurnya jumlah sauna dan kemudian menjadi trend pasar, membuat masyarakat kini beranggapan sauna lebih modern dan kekinian.
"Saya memutuskan untuk kembali ke Cisondari untuk menekuni dan mengembangkan leuhang. Ini dilakukan untuk menyelamatkan warisan leluhur, saya pun berinovasi dengan membuat sebuah alat berbentuk kotak untuk mandi uap," katanya.
Sebelum digunakan untuk masyarakat banyak, Yana mengatakan jika dirinya telah mengukur suhu panas serta kemampuan daya tahan tubuh manusia saat berada dalam kota leuhang tersebut. Untuk berada dalam kota leuhang setiap orang hanya mampu selama 15 menit saja. Tetapi itu bisa saja berubah sesuai dengan kebutuhan maupun fisik.
"Rempah-rempah yang digunakan yaitu daun sirih, kayu manis, sereh, daun jeruk dan honje. Itu semua adalah ciptaan yang maha kuasa untuk kita manusia nikmati. Maka dari sayang jika kekayaan alam harus dimusnahkan begitu saja," kata Yana.
Disinggung mengenai tarif untuk satu kali terapi, Yana mengatakan jika dirinya tidak pernah mematok sama kali harga kepada pasiennya. Ia pun menambahkan jika ia yang lakukan adalah sebuah bentuk keiklahlasan untuk kepentingan kesehatan masyarakat. Selain itu leuhang sebagai wujud bagaimana tanah sunda memiliki keanekaragaman budaya.
Sementara salah seorang pengobatan leuhang, Lili Setia Darma mengatakan jika selama beberapa kali merupakan terapi dirinya mengakui adanya perubahan membaik dalam tubuhnya diantaranya penyakit kolesterol, darah tinggi dan asam urat yang semakin membaik. Selanjutnya Lili mengatakan jika melalui pengobatan medis, dirinya Akui tidak adanya perubahan yang signifikan.
"Menepis anggapan selama ini jika teknik pengobatan medis modern adalah satu-satunya cara, padahal sebagai orang Sunda telah diwarisi budaya pengobatan yang sangat luar biasa oleh para leluhur,” tandasnya. ***
(Tulisan ini hasil suntingan saya di tahun 2017, saat masih bekerja di sebuah surat kabar harian yang terbit di kota Bandung)














