Showing posts with label puisi. Show all posts
Showing posts with label puisi. Show all posts

Thursday, May 25, 2023

Sajak Penjaga Malam

SAJAK PENJAGA MALAM
Kurniawan Abdurahman

Sebagai penjaga malam,
aku kerjakan tugasku sampai tuntas....
Aku jadi penyaksi
saat embun bening jatuh dari ujung daun.....
Aku menatap ke angkasa..
dan aku punya seribu bintang....
tanpa nama...tanpa kata-kata.....
tanpa sesuatu yang senantiasa membuat lupa,
kepada siapa kita harusnya menyerahkan diri....



Juni 2010

Potret di Dinding Kamarmu


Potret di Dinding Kamarmu
Kurniawan Abdurahman


Percayalah!
Engkau bukan pecundang sesungguhnya
Dari balik luka-luka itu
Pabila telah habis busuknya
Kan kau cium harum wangi kesadaran
Sampai ke ubun-ubunmu

Gerakanlah sayap jiwamu yang basah
Ketika kabut dinihari mendekapmu dalam gelisah
Bertahanlah sampai pagi menemui
Di kaki langit yang sama
Matahari pernah kau urai bahasanya

Menjadi benang kesetiaan
Atau sinar kesejatian
Atau warna keberanian
Juga yang merasuk jauh
Dalam cita dan mimpi-mimpimu
Dahulu

Kebrengsekanmu kini punya logika sendiri
Dan kaulah yang lebih memiliki sejuta alasan
Setiap marah tak beralamat
Tapi jangan karena itu kau sebut dirimu pecundang
Sejatinya kekecewaanmu akan membangunkan
Tidur yang panjang

Tataplah aku: seraut wajah tergantung di dinding kamarmu!
Mataku adalah jendela bagi batin yang tetap tegap
Baca ceritaku tentang pangeran dengan bunga rumput di jemari
Yang menghabiskan waktu bagi sebuah pengabdian
Kepada apa yang telah menjadi alasan
Romeo dan Juliet berpelukan

Hasrat datang menggendong lupa
Aku remuk, aku redup
Aku terhempas,
Tapi kekalutan bukanlah satu alasan
untuk jadi penakut

Maka bangunlah !
Bila kau satu nafas denganku



Ramadhan 1426 H

Wednesday, May 24, 2023

Sajak tentang Tiga Lelaki


Sajak Tentang Tiga Lelaki
Kurniawan Abdurahman


Masihkah kau simpan ceritaku?
Tentang tiga lelaki kecil
Yang lantang membuang pedih
Di puncak gunung itu

Bagi mereka,
Keberanian adalah keteguhan memegang janji
Kesetiaannya pada hati
Menggenggam nasib dengan mantap,
tanpa ragu, meski duka menghadap
Penyesalan haram hukumnya.

Mereka berikrar satu hati
di puncak gunung itu
Menerbangkan mimpi-mimpi,
Bebas, lepas, dan abadi

Mereka selalu siap untuk luka
Demi keyakinan tentang cinta
Mereka adalah para pemenang.
Bukan Pecundang
Karena memang selalu siap
untuk menerima kekalahan

Masihkah kau simpan ceritaku?
Tentang tiga lelaki kecil
Yang lantang berucap tekad;
“Sekali berarti...! Sudah itu, pergi..!”


Tampomas, Desember 2000

Sudah Lama Tak Kunikmati Senja di Kota Itu

 SUDAH LAMA TAK KUNIKMATI SENJA DI KOTA ITU

Kurniawan Abdurrahman




Sudah lama tak kunikmati senja di kota itu.

Menghitung detik demi detik yang berirama

Seperti degup jantungmu



Hari akan malam, Sayang.

Antar aku sampai pada mimpi-mimpi terbaik

karena sebelum pagi, aku akan pergi;

Ucapmu.



Kini aku tersaruk pada kabut

Malam dan siang sama saja

Tanpa mimpi



Dan kotamu, telah menjadi keabadian

Pada mana aku membuang lelah

Agar langkah tak lagi percuma



Sumedang, 9 Oktober 2011

Tuesday, May 23, 2023

Rabbi..Ajari Aku Mengaji !


 



RABBI AJARI AKU MENGAJI

Kurniawan Abdurrahman







Rabbi, ajari aku mengaji

pada setiap sudut semesta

pada bulan, matahari dan rerumputan

pada malam dan siang yang bergiliran

memancarkan Kemahaan-Mu

Atas segala sesuatu



Rabbi, ajari aku mengaji

Saat terang dan gelap



Rabbi, ajari aku mengaji

Dari kekalahan ini

Agar air mata tak lantas jatuh

Sebagai pertanda duka bertahta



Aku ingin air mata menjadi mata air

Kesadaran dan keberanian

Menerima segala kehedak-Mu




2005

Bau Keringatmu Masih di Hidungku

BAU KERINGATMU MASIH DI HIDUNGKU

Kurniawan Abdurahman


Waktu telah membentang jarak,
kita lama tak bersua, kawan!
Tapi aku masih mengenal bau keringatmu
Dan mengingat berapa jerawat di wajahmu,
Yang muncul bila kau sedang jatuh cinta.

Kau datang dengan bahagia di hadapanku
Membawa cerita tentang istri dan anak
Sebagai ladang pengembaraan baru
Mencermati perjalanan cinta

Tapi sebentar,
Masih ingatkah kau pada sepanjang jalan
selepas pandang
yang coba kita ukur sama-sama
Dengan nafas zaman yang tersumbat
Serta kepengapan?

Mungkin kau lupa, karena
Kita sudah lama tak berjumpa, kawan!
Zaman telah membuat kita pangling
Bahkan pada diri sendiri
Tapi aku masih mengenal bau keringatmu
Yang basah di ketiak seragam putih abu
Juga yang menetes di lembar kertas ujian
Karena saat itu, kau dan aku kompak, belajar jadi kriminal
Menyontek habis-habisan

Dan bau keringatmu semakin mengingatkanku pada
Kurikulum yang tak habis-habisnya mendesak kita
Untuk patuh pada Eka Prasetya Panca Karsa
Lalu bermimpilah kita jadi sekrup-sekrup industri
Mengunyah sejarah sebagai hapalan
Bukan sebagai bahan kesadaran

Dalam daftar nilai buku rapor,
merah atau hitam angkanya adalah
Seberapa kita patuh untuk membeli LKS dan buku paket.
Bukan karena kita pintar.
Sebab pintar saat itu adalah penjara
Bagi kreatifitas dan pikiran bebas mencerahkan

Dan kini pada kesempatan yang berbahagia ini,
kita berjumpa lagi, kawan!
Kupetik untukmu gitar yang dulu,
Hingga bersenandunglah mimpi-mimpi dahulu
Dalam irama bincang pertemuan kita
Hari ini.


Sumedang, Oktober 2009