PADA bagian sebelumnya dikisahkan, ada ,wanita yang jadi semacam obat bagi hati Kahlil setelah remuk ditinggal wafat Hala Dhahir, Kembang Desa Besharri, yang jadi Cinta Pertamanya. Wanita berstatus janda itu konon bernama Sulthonah Tabit.
Meski ada silang pendapat di antara pengamat sastra dan fans Kahlil Gibran tentang keberadaan Sulthonah Tabit, itu fakta atau fiksi, tapi yang pasti, sebelum kembali ke Boston, Kahlil telah kehilangan adik bungsunya, yang juga bernama Sulthonah.
Dikisahkan, pada tahun 1901, Kahlil tiba di Boston. Hati yang remuk redam membuatnya begitu rindu pada ibu dan ketiga saudaranya.
Namun setiba di Boston, ia segera menerima kabar duka. Sulthonah, adik bungsunya ternyata telah tiada. Hati Kahlil semakin berantakan, karena tak lama setelah mendapat kabar itu, Kamila, ibu yang sangat dicintainya juga wafat.
Lantas, belum usai duka akibat kehilangan ibu dan adik bungsunya, Kahlil pun harus kembali larut dalam suasana duka. Betrus, kakaknya, wafat. Sehingga, pada usia yang masih sangat muda, Kahlil Gibran hanya ditemani seorang adiknya, Mariana.
Kematian demi kematian ini mencetak diri GIbran menjadi sosok seniman yang peka terhadap masalah dan penderitaan. Kejadian beruntun yang menyedihkan ini mengantar dirinya ke dunia misteri. Ia suka menyendiri dan hidup asing di tengah kerumunan orang di Kota Boston.
Akhirnya, dengan susah payah, segala keruwetan hidup dan penderitaan batin itu dialihkan ke dalam tulisan dan lukisan. Pada 1904, tulisan pertamanya dimuat di El Muhajir, sebuah surat kabar di Amerika Serikat yang terbit dalam bahasa Arab.
Tahun itu juga, ia nekad mengadakan pameran lukisan di sekolahnya hingga sempat berkenalan dengan seorang guru asal Perancis, bernama Emilie Michel. Wanita ini mengajar di sebuah institut di Boston. Dia jugalah yang akhirnya mendampingi GIbran kala mendalami seni lukis di Perancis.
Kehadiran Emilie Michel sedikit mengisi kekosongan dan luka hati Kahlil. Bunga-bunga cinta mulai tumbuh seiring kebersamaan mereka mendalami urusan lukis melukis. Kahlil menyebut nama "Micheline" sebagai panggilan sayang terhadap Emilie.
Pada mulanya, Micheline - panggilan sayang Emilie Michel - hanya mencintai lelaki Lebanon ini setengah-setengah. Baru setelah dirinya dilukis pada 1908, Micheline mulai serius menyambut CInta Gibran. Beberapa kali GIbran bertandang ke rumah guru seni lukis ini.
Namun akhirnya Kahlil harus kembali merasakan sakitnya putus cinta di tengah jalan. Micheline meninggalkannya, dan kemudian kawin dengan seorang pria Amerika. (bersambung ke bagian 5)
Meski ada silang pendapat di antara pengamat sastra dan fans Kahlil Gibran tentang keberadaan Sulthonah Tabit, itu fakta atau fiksi, tapi yang pasti, sebelum kembali ke Boston, Kahlil telah kehilangan adik bungsunya, yang juga bernama Sulthonah.
![]() |
| Lukisan Emilie Michel Sumber: net |
Dikisahkan, pada tahun 1901, Kahlil tiba di Boston. Hati yang remuk redam membuatnya begitu rindu pada ibu dan ketiga saudaranya.
Namun setiba di Boston, ia segera menerima kabar duka. Sulthonah, adik bungsunya ternyata telah tiada. Hati Kahlil semakin berantakan, karena tak lama setelah mendapat kabar itu, Kamila, ibu yang sangat dicintainya juga wafat.
Lantas, belum usai duka akibat kehilangan ibu dan adik bungsunya, Kahlil pun harus kembali larut dalam suasana duka. Betrus, kakaknya, wafat. Sehingga, pada usia yang masih sangat muda, Kahlil Gibran hanya ditemani seorang adiknya, Mariana.
Kematian demi kematian ini mencetak diri GIbran menjadi sosok seniman yang peka terhadap masalah dan penderitaan. Kejadian beruntun yang menyedihkan ini mengantar dirinya ke dunia misteri. Ia suka menyendiri dan hidup asing di tengah kerumunan orang di Kota Boston.
Akhirnya, dengan susah payah, segala keruwetan hidup dan penderitaan batin itu dialihkan ke dalam tulisan dan lukisan. Pada 1904, tulisan pertamanya dimuat di El Muhajir, sebuah surat kabar di Amerika Serikat yang terbit dalam bahasa Arab.
Tahun itu juga, ia nekad mengadakan pameran lukisan di sekolahnya hingga sempat berkenalan dengan seorang guru asal Perancis, bernama Emilie Michel. Wanita ini mengajar di sebuah institut di Boston. Dia jugalah yang akhirnya mendampingi GIbran kala mendalami seni lukis di Perancis.
Kehadiran Emilie Michel sedikit mengisi kekosongan dan luka hati Kahlil. Bunga-bunga cinta mulai tumbuh seiring kebersamaan mereka mendalami urusan lukis melukis. Kahlil menyebut nama "Micheline" sebagai panggilan sayang terhadap Emilie.
Pada mulanya, Micheline - panggilan sayang Emilie Michel - hanya mencintai lelaki Lebanon ini setengah-setengah. Baru setelah dirinya dilukis pada 1908, Micheline mulai serius menyambut CInta Gibran. Beberapa kali GIbran bertandang ke rumah guru seni lukis ini.
Namun akhirnya Kahlil harus kembali merasakan sakitnya putus cinta di tengah jalan. Micheline meninggalkannya, dan kemudian kawin dengan seorang pria Amerika. (bersambung ke bagian 5)




